Asal Usul Nama Jawa
Asal Usul Nama Pulau Jawa ini adalah catatan yang terselip. Dulu dibuat sebagai bahan revisi penerbitan Jawa-Islam-Cina; Politik Jatidiri dalam Jawa Safar Cina Sajadah dan
kembali ditemukan saat berusaha membersihkan jerohan kompie ini. Semoga
bisa berguna dan kalau perlu, ada baiknya cek ulang referensi yang
terlampir di bawah. Sila…
Berikut ini adalah keterangan mengenai asal usul nama Jawa (1): Claudius Ptolomeus dari Alexandria menulis cerita tentang pulau Jawa
yang disebut Jabadiur. Ahli bumi bangsa Yunani itu menulis bahwa pulau
itu sangat kaya, subur dan banyak mengandung emas. Orang-orang Hindu
dikatakan sudah menguasai pulau yang juga disebut Jawa Dwipa itu—selain
Sumatera—dan bahkan sudah memerintah disana. Selain itu dikatakan bahwa
di barat pulau itu terdapat Argue atau kota perak. Cerita ini dibuat
Claudius Ptolomeus pada abad ke-2 M.
Fa Hien, seorang pengembara Cina yang pernah terdampar di Nusantara
selama lima bulan (antara Desember 412-Mei 413) karena terserang badai
mengatakan bahwa ia sempat tinggal disebuah pulau yang penduduknya belum
mengenal Budha. Fa Hien menyebut pulau itu Ye-P’o-ti. Di duga Ye-P’o-ti
adalah dialek Cina untuk Jawa Dwipa (2).
Gunawarman, Pangeran Kasmir yang sempat mengunjungi Nusantara pada
tahun 420 M menyebut Cho-p’o untuk pulau yang disinggahinya. Walau
ditafsir sebagai Jawa tapi sebagian kalangan juga menganggap Cho-p’o
adalah sebutan bagi Jawa sekaligus Sumatera (3).
Tahun 123 M, sebuah berita Cina menyebutkan bahwa ada utusan Ye-tiao
ke Cina. tidak ada keterangan lebih mengenai hal tersebut. Tetapi
Ye-tiao disini ditafsir juga sebagai Jawa (4).
Tahun 1343, Ibn Batuttah sang pengelana Arab menyebut Djawah untuk Sumatera dan Moel atau Moela Djawah untuk Jawa.
Giava, digunakan Marco Polo, pedagang Venisia yang sempat mendatangi
India dan Nusantara untuk menyebut Jawa. Tetapi Jawa di sini dibagi
menjadi dua, Jawa Kecil untuk menyebut Sumatera dan Jawa Besar untuk
menyebut Jawa.
Iauva, kata yang tercantum pada peta yang dibuat bangsa Belanda segera setelah kedatangannya di awal abad 16 (5).
Jaoa, istilah yang diberikan oleh penulis Portugis awal untuk
menyebut suku bangsa yang berasal atau menetap di Jawa ataupun keturunan
mereka yang menetap di pelabuhan-pelabuhan lain di sepanjang kawasan
ini. Dan acuannya sama sekali bukan bahasa (6).
Arjabhata yang lahir pada tahun 476 M menyebut Jawa Koti dalam
bukunya, Ilmu Perbintangan. Buku tersebut berisi cerita perjalanan yang
dilakukan pada tahun 234 H dan terbit pada tahun 815 M. Dalam buku itu
diceritakan adanya Kerajan Hindu di Pulau Zabedj atau Jawa.
Prabu Jayabaya, yang dianggap keturunan ke lima Arjuna, pada tahun
pertama kalender Jawa dipercaya telah mendarat di Jawa dan menemukan
sejenis padi-padian yang menjadi makanan pokok rakyat Noesa Kendeng.
Nama Noesa Kendeng kemudian dirubah menjadi Noesa Jowo atau Nusa Jawa.
Pada kitaran abad 12, Jawa disebut Jawa Dwipa atau Jambu Dwipa oleh
orang-orang Hindu-India. Waktu itu nama-nama daerah memang disebut
dengan nama tanaman atau buah-buahan yang banyak hidup di wilayah
tersebut. Jawa sendiri berasal dari nama sejenis padi-padian, Jawawut –
makanan penduduk Jawa waktu itu. Yawadvipa juga disebut dalam epik
Ramayana ketika Sugriwa, panglima bangsa wanara atau kera, bermaksud
mengirim utusan untuk mencari Shinta ke pulau itu.
Adapun bangsa Arab menyebut Jawa sebagai Jaza’ir al-Jawi atau
kepulauan Jawa. Hingga hari ini jemaah haji asal Indonesia sering
disebut “orang Jawa” meskipun mereka berasal dari luar Jawa. Dalam
bahasa Arab juga dikenal sebutan Samathrah untuk Sumatera, Sholibis
untuk Sulawesi dan Sundah untuk menyebut Sunda, dan seluruhnya dikenal
dengan istilah kulluh Jawi atau ‘semuanya Jawa’.
Nama Jawa, Jawan, Yawan, Yahwa, Java, Javana, Yavana, dan seterusnya
dapat diartikan sebagai putih atau terkait dengan ras-ras berkulit putih
(7). Istilah ini berhubungan dengan Ionian di Yunani yang diduga
berasal dari Timur Jauh. Kata tersebut berasosiasi dengan sveta-dvipa
atau saka-dvipa atau java-dvipa yang berarti “pulau putih”, dan
diartikan pula sebagai “kampung halaman”. Jika mengikuti akar kata
proto-austronesia kata Jawa memang berarti rumah. Yava dalam Sanskerta
berarti tanaman jelai; sementara dalam kesusasteraan India pustaka Tamil
disebut dengan nama Yavaka Dvipa. Adapun arti dari Javana adalah arif,
bijaksana.
Dari berbagai sumber disebutkan jika Jawa berasal dari kata Jaú atau
jauh; dawa yang bermakna panjang karena sebelum terpecah seperti
sekarang, Jawa adalah pulang panjang yang membentang mulai dari Sumatera
hingga, setidaknya, Bali; kata jawa juga berasal dari kata jawi yang
berarti sapi atau banteng betina.
Catatan:
(1) Sebagian besar dikumpulkan P. J. Veeth (dalam Herusatoto, 2005: 47-49) dari catatan para pengembara manca yang sempat singgah di Nusantara.
(2) Lih. juga Simbolon, 1995: 11.
(3) Ibid. hlm. 11 dan 378.
(4) Ibid. hlm. 368.
(5) Indonesian Heritage: Sejarah Modern Awal, 2002: 46.
(6) Reid, 2004: 99-100.
(7) Istilah Pulau Putih, menurut Haryanto (2010) sangat familiar di kalangan orang Jawa. Hal itu dapat dijenguk dari ‘mitos’ Ajisaka yang dianggap pahlawan setelah berhasil mengalahkan buaya putih. Masa yang sama juga dipercaya sebagai awal lahirnya aksara Jawa, sementara di India sendiri berkembang aliran Ajivaka, sebuah aliran yang konon berusia jauh lebih tua dari agama Hindu. Dalam beberapa Alkitab rupanya juga banyak disinggung tentang orang Yawan atau Jawan ini.
Comments
Post a Comment
Terimakasih sudah mampir :)