Makalah Oceanografi
PENDAHULUAN
Assalamualaikum
Wr. Wb
Atas
rahmat Allah YME, dapat penulisan paper ini dapat berjalan, bahasan yang
dibahas dalam paper ini adalah industry perikanan, yang secara langsung
berkaitan dengan mata kuliah Oceanografi. Oceanografi merupakan ilmu yang
mempelajari mengenai laut beserta isinya, tanpa terkecuali adalah ikan yang
merupakan biota laut bermanfaat bagi kehidupan manusia. Indonesia sebagai
Negara kepulauan yang dikelilingi lautan, menjadikan mata pencaharian pesisir
pantai adalah nelayan, yang mayoritasnya bergantung pada ikan. Untuk itulah,
pengembangan industry perikanan sangat diperlukan masyarakat Indonesia,
khususnya yang bertempat tinggal di pesisir pantai. Untuk itulah, paper ini
dibuat sebagai laporan dari berbagai referensi mengenai industry perikanan yang
ada di Indonesia.
ISI MATERI
Lautan
yang merupakan sumber tertinggi produksi ikan. Dari keseluruhan jumlah bagian
lautan,8% bagian merupakan daerah dangkal continental shelf, dan hampir seluruh
produksi ikan berasal dari daerah ini. Daerah dangkal seperti ini, merupakan
daerah upwelling(naiknya arus laut dari bawah menuju atas permukaan laut),
dimana airnya kaya akan nutriet merupakan daerah yang penting. Mereka hanya
meliputi 0.1% bagian saja dari seluruh lautan, tetapi menghasilkan sekitar 25%
dari jumlah tangkapan ikan per tahunnya. Perairan Indonesia sangat dipengaruhi
oleh tipe iklim Muson yang terdiri dari musim barat (Desember-Februari), musim
peralihan I (Maret-Mei), musim timur (Juni-Agustus), dan musim peralihan II
(September-November). Pada gilirannya tipe iklim ini akan berpengaruh terhadap
kehidupan, kekayaan jenis, kelimpahan, sebaran biota maupun sifat-sifat dan
fenomena oseanografi yang terjadi, misalnya proses upwelling.
Selain
Selat Makassar dan Laut Banda, upwelling juga terjadi di Laut Seram, Laut
Maluku, Laut Arafura, dan perairan utara kepala burung dan perairan timur
Papua. Satu-satunya lokasi upwelling di luar kawasan Wallacea adalah di
perairan selatan Jawa hingga Sumbawa.
Diperkirakan
bahwa 67% protein hewani yang di konsumsi masyarakat Indonesia berasal dari
ikan. Melihat angka yang sedemikian tinggi, maka perlulah di kembangkan
industry perikanan dengan pengembangan kebijakan pemerintah, dalam hal ini yang
bertanggung jawab atas bidang kelautan adalah dewan kelautan nasional.
Indonesia
merupakan negara penghasil bahan baku perikanan terbesar tetapi ekspor industri
pengolahan perikanan di pasar internasional masih kecil, sekitar 3 persen.
Untuk itu perlu adanya perubahan dalam kebijakan yang tadinya ekspor dalam
bentuk bahan baku diubah menjadi ekspor dalam bentuk olahan.
Berkaitan
dengan tugas pokok Dewan Kelautan Nasional,
dilaksanakannya rapat pleno pada 4 maret 1997, yang menghasilkan
keputusan khusus yang berkaitan dengan bidang perikanan, yang menargetkan hasil
tangkapan ikan di tahun 1997 dari 45%
menjadi 55%, potensi tangkap lestari yaitu menjadi sekitar 3,8 juta ton per
tahun. Adapun keputusan khusus tersebut diantaranya :
1. Pengadaan
320 kapal ikan bekas impor pertahun dapat mulai derealisasikan tahun 1997 untuk
menambah kekuatan armada penangkapan ikan nasional di ZEEI.
2. Menyebarluaskan
penggunaan perlatan penginderaan jauh ( remote sensing) yang dapat mendeteksi
lokasi plankton dan ikan sehingga penangkapan dapat lebih tepat dan lebih cepat.
Terbukti dalam masa uji coba oleh pengusaha ikan tertentu, waktu melaut lebih
singkat dan dapat diperoleh penambahan 20% hasil tangkap.
3. Menambah
dan melengkap pelabuhan perikanan beserta fasilitas penunjangnya dan
meningkatkan pengelolaannya Karena akan sangat mendukung kelancaran operasi
kapal penangkapan ikan dan pemasarannya.
4. Menerbitkan
pemasangan rumpon laut dalam di perairan dan batas ZEEI serta melalui program
kemitraan dipasang rumpon di perairan pantai, laut territorial dan perairan
lain yang layak dan memenuhi syarat untuk terutama meningkatkan hasil tangkap
nelayan traditional.
5. Mendorong
upaya/usaha budidaya perikanan dan sejenisnya baik skala besar maupun skala
kecil secara tepat arah dan berwawasan lingkungan.
Terkait
dengan kebijakan tersebut, maka akan perlu untuk melestarikan lokasi yang
merupakan habitat organism laut yang bisa d manfaatkan nilai ekonominya.
Contohnya adalah hutan mangrove, dimana hutan mangrove merupakan daerah
estuarine, yaitu tempat bertemunya air sungai dan air laut, sehingga daerah
tersebut merupakan tempat yang baik bagi perkembangan berbagai jenis larva ikan
dan udang yang bernilai ekonomi penting seperti larva ikan julung-julung, larva
ikan belanak dan larva udang dari jenis Peneus
merguiensis.
Perkembangan
teknologi yang menuntut tiap Negara bersaing dalam ekspor dalam bidang
perikanan, harus sejalan dengan pengembangan bioteknologi yang ada di
Indonesia. Bioteknologi perikanan (aquatic biotechnology) diartikan sebagai
penggunaan organisme (biota) perairan atau bagian dari organisme perairan,
seperti sel dan enzim, untuk membuat atau memodifikasi produk, untuk
memperbaiki kualitas fauna (hewan) dan flora (tumbuhan), atau untuk
mengembangkan organisme guna aplikasi tertentu, termasuk remediasi (perbaikan)
lingkungan akibat pencemaran dan kerusakan lainnya. Bioteknologi perairan juga
mencakup ekstraksi (pengambilan) bahan-bahan alamiah (natural products atau
bioactive substances) dari organisme perairan untuk bahan dasar industri
makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, dan lainnya. Dengan demikian, aplikasi
industri bioteknologi perairan secara garis besar mencakup:
·
ekstraksi bahan-bahan alamiah untuk
berbagai jenis industri
·
perikanan budidaya (aquaculture)
·
bioremediasi lingkungan.
Dalam
aplikasinya di bidang akuakultur bioteknologi telah membuktikan kemampuannya
dalam mengatur reproduksi, menyediakan pakan yang tepat, murah dan ramah
lingkungan, melipatgandakan pertumbuhan dan produksi hingga 30 kali lipat,
serta memudahkan karakterisasi dan produksi induk/benih unggul.
Aplikasi bioteknologi dalam mendukung perikanan budidaya (aquaculture), yaitu melalui rekayasa genetik (genetic engineering) untuk menghasilkan induk dan benih unggul dengan sifat-sifat sesuai dengan keinginan kita, seperti cepat tumbuh (fast growing), tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tahan terhadap kondisi lingkungan tercemar, dan sifat-sifat baik lainnya. Fokus bioteknologi dalam akuakultur adalah meningkatkan laju pertumbuhan, tanpa mengabaikan peningkatan ketahanan terhadap penyakit dan toleransi terhadap kondisi lingkungan. Saat ini, telah banyak sumbangsih perkembangan bioteknologi dalam akuakultur yang dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat pembudidaya.
Aplikasi bioteknologi dalam mendukung perikanan budidaya (aquaculture), yaitu melalui rekayasa genetik (genetic engineering) untuk menghasilkan induk dan benih unggul dengan sifat-sifat sesuai dengan keinginan kita, seperti cepat tumbuh (fast growing), tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tahan terhadap kondisi lingkungan tercemar, dan sifat-sifat baik lainnya. Fokus bioteknologi dalam akuakultur adalah meningkatkan laju pertumbuhan, tanpa mengabaikan peningkatan ketahanan terhadap penyakit dan toleransi terhadap kondisi lingkungan. Saat ini, telah banyak sumbangsih perkembangan bioteknologi dalam akuakultur yang dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat pembudidaya.
Penangkaran
selektif atau yang dikenal dengan selective breeding, merupakan contoh
bioteknologi yang telah sangat lama diterapkan. Mas, merupakan contoh ikan yang
paling awal dikembangkan dengan teknik ini ribuan tahun yang lalu dan kemudian
menyusul ikan dari golongan catfish, trout dan tilapia yang mampu meningkatkan
pertumbuhan ikan sebesar 5-20% per generasi.
Manipulasi set kromosom merupakan teknik yang dapat digunakan untuk
memproduksi ikan triploid. Ikan hasil modifikasi set kromosom ini memiliki
banyak manfaat untuk tujuan produksi. Walaupun tidak berlaku untuk semua
spesies ikan, namun ikan triploid telah diyakini mampu melakukan efisiensi energi
pada beberapa ikan budidaya. Dari tinjauan perkembangan gonosom, beberapa
produk perikanan yang triploid bahkan mengalami steril hingga mendekati
100%. Dalam akuakultur, suatu jenis
kelamin seringkali lebih dikehendaki dibandingkan dengan jenis kelamin yang
lain. Sebagai contoh, betina sturgeon dapat dimanfaatkan untuk memproduksi
caviar, nila jantan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan betina dan betina
trout dan salmon secara umum tumbuh lebih cepat dibandingkan jantan..
Manipulasi yang saya maksudkan adalah dengan teknik denaturasi DNA dalam gamet
melalui manipulasi set kromosom atau dengan teknik sex reversal yang kemudian
diikuti dengan penangkaran/breeding. Penerapan teknik hormonal ini mampu
mengubah phenotype kelamin (fisik) pada beberapa spesies akuatik. Sebagai
contoh, jantan nila dapat diarahkan menjadi betina secara fisik melalui
penggunaan estrogen. Maka ”lahirlah” ikan nila yang secara genetik jantan, namun
secara fisik adalah betina. Dan ikan ini dapat dipijahkan dengan betina normal
untuk menghasilkan populasi all-male yang tumbuh lebih cepat dan sangat
memungkinkan untuk terhindar dari pemijahan ’liar’ (seperti yang sering terjadi
pada populasi campuran. Bahkan jika telah memiliki populasi jantan yang
memiliki dua kromosom jantan (misalnya YY), maka populasi ini dapat
dimanfaatkan untuk memproduksi generasi all-male tanpa menggunakan hormon lagi.
Populasi inilah yang sangat dibutuhkan oleh para pembudidaya di tanah Lebih
detail tentang masalah ini pada ikan nila, telah saya bahas dalam tulisan
tentang breeding program produksi nila jantan. Contoh industri biotek perairan
yang dalam tiga tahun terakhir telah dikembangkan oleh Departemen Kelautan dan
Perikanan beserta stakeholders adalah pengolahan (peningkatan nilai tambah)
rumput laut jenis Euchema cotonii untuk dijadikan SRC (Semi Refined Careggenan)
dan RC (Refined Carageenan) yang harga jualnya puluhan kali lipat ketimbang
hanya menjual dalam bentuk rumput laut kering (bahan mentah). Pemuliaan induk
jenis udang putih, Penaeus vanamei, sehingga telah dihasilkan induk dan benur
unggul yang membantu petambak di Lampung, pantura, Sulawesi Selatan, dan NTB
meningkatkan produktivitas tambaknya menjadi 10-50 ton/ha/tahun. Dengan melihat
data dan fakta tersebut di atas maka wajiblah bagi masyarakt akuakultur untuk
menggunakan bioteknologi dalam produksinya. Ketertinggalan Indonesia dalam
mengikuti perkembangan bioteknologi, dinilai menjadi salah satu penyebab lesunya
prospek bisnis Indonesia di bidang akuakultur. Padahal di berbagai belahan
dunia, bioteknologi merupakan 'alat' yang terbukti mampu melipatgandakan
produksi pangan dengan target yang lebih terukur, mampu mempercepat proses
produksi secara efektif, mampu mengurangi biaya produksi, dan mampu mengarahkan
proses pengaruh intervensi manusia terhadap alam menjadi lebih ramah. Indonesia
dikenal memiliki sumber daya keanekaragaman hayati perairan tertinggi di dunia.
Laut dan perairan umum merupakan tempat kehidupan bagi beraneka ragam dan
jutaan makhluk hidup (organisme), mulai dari yang tak terlihat mata
(microscopic) seperti bakteri, sampai makhluk hidup terbesar di muka bumi
berupa ikan paus biru (blue whale). Mengingat bahwa dasar (modal) dari industri
bioteknologi perairan adalah kekayaan dan keanekaragaman biota perairan, maka
Indonesia berpotensi untuk menjadi negara produsen produk-produk bioteknologi
perairan terbesar di dunia. Potensi aplikasi bioteknologi dalam mengekstraksi
bahan-bahan alamiah (bioprospecting) dari biota perairan untuk bahan dasar
industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, bioenergy, dan industri
lainnya di Indonesia sangat besar dengan perkiraan nilai ekonomi sebesar 40
miliar dollar AS per tahun.
Rangkuman
Berdasarkan
kebijakan dewan kelautan mengenai industrialisasi perikanan, maka haruslah
dikembangkan teknologinya yang mendukung kualitas serta kuantitas dari industry
perikanan itu sendiri. Teknologi yang dikembangkan adalah Bioteknologi. Sehingga
dapat bersaing dengan pasar global yang semakin berat.
Penutup
Dari
pembahasan di atas, dapat ditangkap bahwa industry perikanan memegang peranan
penting dalam perekonomian idnonesia. Demikian paper yang telah saya buat,
semoga bermanfaat, lebih kurangnya mohon dibukakan pintu maaf yang
sebesar-besarnya. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Daftar
Pustaka
Hutabarat,
Sahala dan Evans, Stewart M. Pengantar
Oceanografi. UI Press, Depok, Desember 1984.
Wibisono,
M.S. , Pengantar Ilmu Oceanografi.
Gramedia, Jakarta, 2005.
Buku
“Dewan Kelautan Nasional Republik
Indonesia, Keppres No. 77 Tahun 1996”. Sekretariat, Kantor Mente ri Negara
Koordinator Bidang Politik Dan Keamanan. Jl. Medan Merdeka Barat No. 15,
Jakarta.
http://erwin-dwi-putra.blogspot.com/2009/05/bioteknologi-untuk-kejayaan-perikanan.html
http://apjcfellowship.wordpress.com/2011/05/04/industri-perikanan-di-indonesia/
http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/7634-mencari-lokasi-upwelling.html
Comments
Post a Comment
Terimakasih sudah mampir :)