Konsep Desakotasi


Desakotasi

Indonesia termasuk negara yang memiliki perkembangan sumber daya manusia (penduduk ) yang cepat. Menurut hasil sensus pertumbuhan penduduk selama periode 1980 – 1990 mencapai 1,97%. Tingkat pertumbuhan sebelumnya yaitu 2,31% selama periode tahun 1971 – 1988. Pertumbuhan penduduk tersebut masih tergolong cukup tinggi (BPS,1990). Hal ini mengakibatkan makin tingginya kepadatan penduduk, tuntutan kebutuhan sumber daya alam dan kebutuhan baik sandang, pangan papan maupun fasilitas-fasilitas pelayanan umum lainnya.

Negara-nagara berkembang termasuk Indonesia saat ini mengalami revolusi desa dan kota. Hal ini mengandung makna bahwa sebagian besar desa yang berada di kawasan Indonesia telah, dan sedang akan mengalami perubahan. Kepadatan penduduk kota yang semakin meningkat diikuti peningkatan kegiatan penduduk kota mengakibatkan berkembangnya kota secara fisik dan non fisik, perkembangan kota secara fisik dan non fisik ini akan diikuti ekspansi kota dengan segala keberadaanya ke daerah pedesaan di sekitarnya, hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi di daerah-daerah pedesaan terjadi proses perubahan ke daerah perkotaan, di daerah pedesaan-pun jumlah penduduk semakin meningkat juga diiringi dengan peningkatan kebutuhan penduduk, hal ini berarti terjadi perubahan kondisi desa menuju ke kondisi lingkungan kota. Perubahan itu sendiri meliputi segala perubahan yang menyangkut aspek-aspek fisikal maupun non fisikal.

Wilayah dikatakan desa adalah permukiman manusia yang letaknya di luar kota dan penduduknya berpangupajiwa agraris (Daljoeni, 1998). Dari pengertian tersebut, bahwa dikatakan suatu wilayah sebagai desa adalah wilayah diluar wilayah kota dengan masyarakat bermata pencaharian sebagai petani. Lain halnya menurut Sutardjo Kartohadikusumo dalam Daljoeni (1998), bahwa desa secara administratif merupakan suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Hal ini sesuai dengan PP No 57 Tahun 2005 tentang desa, disebut bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas – batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari pengertian tersebut desa, merupakan wilayah di luar kota yang mempunyai pemerintahan sendiri dan mempunyai kewenangan untuk mengelola wilayahnya dan diakui oleh pemerintah serta didominasi oleh kehidupan agraris.

Kota, menurut Yunus (2006) secara yuridis administrattif adalah suatu daeah tertentu di dalam wilayah Negara yang mempunyai sistem pemerintahan tertentu, mempunyai otonomi untuk mengelola & mengatur wilayahnya, mempunyai batas-batas administrasi yang jelas dan diatur dalam undang-undang serta ditetapkan berstatus sebagai kota. Sedangkan secara fisik morfologi, merupakan daerah tertentu yang menampakkan dirinya secara fisik merupakan daerah kekotaan, dengan ciri-ciri utama kenampakan bentuk pemanfaatan lahan non agraris, kepadatan bangunan baik perumahan maupun non perumahan yang tinggi dan bangunan mana diorientasikan utuk mengakomodasikan berbagai kegiatan non agraris, serta kondisi transportasi dan komunikasi yang sangat kompleks baik sarana maupun prasarana. Jadi, kota merupakan daerah yang mempunyai sistem pemerintahan tertentu dan mempunyai batas administrasi serta mempunyai kenampakan fisik utama berupa pemanfaatan lahan non agraris dan kondisi sarana dan prasarana yang komplek.

Suatu desa, dalam proses perkembangannya, dapat berkembang menjadi desa-kota dan kemudian menjadi kota. Tetapi dapat juga terjadi perubahan dari desa langsung menjadi kota. Desa-kota adalah daerah yang merupakan daerah yang mengalami pengaruh yang intensif dari kegiatan nonpertanian, sehingga di dalamnya terlihat percampuran antara kegiatan pertanian maupun non pertanian (Yunus,2006). Selanjutnya Yunus (2006) mengemukakan, intensitas percampuran antara kegiatan pertanian dan non pertanian merupakan fungsi dari jarak ke kota. Makin dekat jarak sesuatu lokasi ke kota maka makin intens kegiatan kekotaannya atau kegiatan nonpertaniannya dan begitu pula sebaliknya semakin jauh dari kota makin intens kegiatan pertaniannya. Karena itu daerah ini dapat dikategorisasikan ke dalam dua subzona yang dapat diidentifikasi, yaitu Zona kotdes dan Zona deskot (Yunus,2006). Zona kotdes (Zokotdes) adalah suatu daerah yang ditandai oleh percampuran kegiatan pertanian dan non pertanian, namun proporsi kegiatan nonpertanian jauh lebih besar daripada kegiatan pertanian. Hal ini dapat terjadi karena daerah ini berbatasan langsung dengan daerah terbangun. Dan Zona deskot (Zodeskot) adalah merupakan daerah diluar dari Zokotdes yang ditandai oleh percampuran kegiatan pertanian dan nonpertanian, namun proporsi kegiatan nonpertaniannya jauh lebih kecil dibandingkan kegiatan pertaniannya.

Proses yang digerakan oleh perubahan-perubahan struktur masyarakat, sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan daerah pedesaan dengan struktur mata pencaharian yang agraris, sifat kehidupan masyarakat lambat laun berubah menjadi sifat kehidupan kota oleh Marbun B.N (1983) disebut urbanisasi. Urbanisasi juga berarti “gejala perluasan pengaruh kota ke pedesaan, baik dilihat dari sudut morfologi, ekonomi, sosial, maupun sosial psikologi”. Dengan sendirinya istilah urbanisasi tersebut diatas, secara garis besarnya memiliki dua pengertian yaitu : 

1. Urbanisasi berarti perpindahan atau penggeseran penduduk dari desa ke kota. 
2. Urbanisasi berarti proses pengkotaan, yakni proses pengembangan atau meng-kotanya suatu desa.

Urbanisasi yang berarti proses pengkotaan di berbagai daerah baik desa di pinggiran kota maupun desa di berbagai pelosok daerah, menunjukan adanya tingkat perkembangan diantaranya unsur fisik dan unsur non fisiknya. Menurut Yunus (2006), bahwa ditinjau dari sisi perubahan non fisik, perubahan yang terjadi mempengaruhi keseluruhan dimensi kehidupan manusia seperti perilaku ekonomi, sosial, budaya, politik, dan teknologi dari sifat kedesaan menjadi sifat kekotaan. Namun demikian perlu disadari bahwa perubahan-perubahan nonfisik ini juga selalu terkait dengan perubahan fisik baik lambat atau cepat. Oleh karena makin majunya teknologi informasi dan komunikasi, perubahan sifat kedesaan menjadi sifat kekotaan dalam artian nonfisik akan mempunyai jarak jangkau lebih jauh ketimbang penjalaran kenampakan fisik kekotaan di daerah pinggiran kota.

Sumber : 
- http://jocampboys.blogspot.com/2012/12/desakotasi.html
- Ida Ayu Indira Dharmapatni. 1993. Jurnal PWK : Fenomena Mega - Urban dan Tantangan Pengelolaannya, Kasus Jabodetabek dan Metropolitan Bandung.


Comments

Popular posts from this blog

ASAL USUL NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA

Penginderaan Jauh

Penelitian Geografi